
Nama latin
Phyllanthus niruri L.
Taksonomi
Kingdom: Plantae
Divisio: Tracheophyta (tumbuhan berpembuluh)
Subdivisio: Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup)
Kelas: Magnoliopsida (dikotil)
Ordo: Malpighiales
Famili: Phyllanthaceae (dulu termasuk Euphorbiaceae)
Genus: Phyllanthus
Spesies: Phyllanthus niruri L.
(Sholeh dan Megantara, 2019.).
Definisi Umum
Meniran (Phyllanthus niruri L.) adalah tanaman herba semusim yang termasuk dalam famili Phyllanthaceae. Tanaman ini tumbuh liar di daerah tropis dan subtropis, termasuk di Indonesia. Meniran dikenal luas dalam pengobatan tradisional sebagai tanaman yang memiliki berbagai aktivitas farmakologis, seperti hepatoprotektif, diuretik, antimikroba, dan imunomodulator. Bagian tanaman yang digunakan sebagai simplisia umumnya adalah seluruh bagian herba, baik segar maupun kering.
Tanaman ini memiliki ciri khas berupa batang ramping bercabang, daun kecil tersusun berseling menyerupai daun majemuk, dan buah kecil berbentuk bulat yang tumbuh di bawah daun, ciri yang menjadi asal nama “meniran” (dari kata “menyirip kecil seperti daun sirih”).
(Santos, R. V., et al. (2019)).
Khasiat
Meniran merupakan salah satu tanaman obat yang telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional di berbagai negara tropis, termasuk Indonesia. Tanaman ini mengandung beragam senyawa aktif seperti lignan (phyllanthin dan hypophyllanthin), flavonoid, tanin, alkaloid, dan terpenoid yang berperan penting dalam memberikan efek farmakologisnya.
Salah satu khasiat utama meniran adalah sebagai pelindung hati (hepatoprotektif). Ekstrak Phyllanthus niruri terbukti mampu mencegah kerusakan sel hati akibat paparan zat toksik seperti karbon tetraklorida (CCl₄) dan parasetamol dosis tinggi. Efek perlindungan ini disebabkan oleh kemampuan senyawa lignan yang bekerja sebagai antioksidan dan membantu menstabilkan membran sel hati, sehingga meniran sering digunakan sebagai bahan alami untuk menjaga fungsi hati (Santos et al., 2019).
Selain itu, meniran juga memiliki efek diuretik, yaitu meningkatkan produksi dan pengeluaran urin. Efek ini bermanfaat dalam membantu mengeluarkan racun dari tubuh serta mencegah pembentukan batu ginjal. Penggunaan meniran sebagai pelancar urin telah lama dikenal dalam pengobatan tradisional dan juga tercantum dalam Farmakope Herbal Indonesia Edisi II (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Khasiat lain yang tidak kalah penting adalah aktivitas antimikroba dan antivirus. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekstrak meniran mampu menghambat pertumbuhan berbagai jenis bakteri serta mencegah replikasi virus, termasuk virus hepatitis B. Hal ini menjadikan meniran sebagai tanaman dengan potensi besar dalam mendukung terapi penyakit infeksi (Hariana, 2008).
Selain itu, kandungan flavonoid dan tanin dalam meniran memberikan efek antioksidan yang kuat, membantu melindungi tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas. Senyawa-senyawa ini juga berperan sebagai imunomodulator, yaitu membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh dengan meningkatkan aktivitas sel fagosit dan produksi interferon (Santos et al., 2019; Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Secara keseluruhan, meniran merupakan tanaman dengan khasiat yang luas dan mendukung berbagai fungsi tubuh, terutama dalam menjaga kesehatan hati, ginjal, dan sistem imun.
Cara Pengolahan
Simplisia Meniran diperoleh dari seluruh bagian tanaman herba yang telah mencapai umur cukup dan tumbuh secara sehat. Meniran dapat dipanen ketika tanaman berumur sekitar 1–2 bulan, saat batang dan daunnya masih segar namun sudah menghasilkan buah kecil di bagian bawah daun. Seluruh bagian tanaman, termasuk batang, daun, dan akar , dapat digunakan sebagai bahan obat (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Setelah dipanen, tanaman dicuci menggunakan air bersih untuk menghilangkan tanah dan kotoran yang menempel, kemudian ditiriskan hingga tidak ada air yang tersisa. Proses pengeringan dilakukan dengan cara diangin-anginkan di tempat teduh yang memiliki sirkulasi udara baik, atau menggunakan alat pengering pada suhu tidak lebih dari 50°C agar kandungan senyawa aktif seperti lignan dan flavonoid tidak rusak akibat panas berlebih (Hariana, 2008).
Setelah kering, bahan simplisia dapat disimpan dalam wadah tertutup rapat yang terlindung dari sinar matahari langsung dan kelembaban tinggi. Simplisia kering inilah yang kemudian menjadi bahan dasar pembuatan sediaan tradisional, seperti rebusan, ekstrak etanol, maupun serbuk untuk kapsul.
Dalam penggunaan tradisional, air rebusan herba meniran biasanya dibuat dengan cara merebus sekitar 15–30 gram herba kering dalam 3 gelas air hingga tersisa sekitar 1 gelas, kemudian disaring dan diminum dua kali sehari. Sementara untuk keperluan penelitian atau pembuatan produk herbal terstandar, simplisia meniran sering diekstraksi menggunakan pelarut etanol 70% untuk memperoleh senyawa aktif seperti phyllanthin, hypophyllanthin, dan flavonoid (Santos et al., 2019).
Proses pengolahan yang tepat sangat penting untuk menjaga kestabilan zat aktif dan efektivitas farmakologis dari simplisia meniran. Dengan perlakuan pascapanen yang baik, kualitas simplisia dapat dipertahankan sehingga memberikan khasiat maksimal bagi pengobatan tradisional maupun formulasi sediaan herbal modern.
Daftar Pustaka:
Kementerian Kesehatan RI. (2017). Farmakope Herbal Indonesia Edisi II. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Hariana, A. (2008). Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.Santos, R. V., et al. (2019). “Pharmacological properties and therapeutic potential of Phyllanthus niruri: A review.” Journal of Pharmacy and Pharmacology, 71(12), 1731–1749.
Santos, R. V., et al. (2019). “Pharmacological properties and therapeutic potential of Phyllanthus niruri: A review.” Journal of Pharmacy and Pharmacology, 71(12), 1731–1749.
